Senin, 01 Agustus 2016

Sabang titik nol RI

Kurangnya informasi mengenai jadwal ferry ke pulau sabang membuat kami harus berada di pelabuhan Ulee lheu selama 3 jam. Namun ada hikmahnya juga karena kami bisa eksplore pelabuhan ini sambil mengambil gambar dengan beberapa view yang cukup bagus.

Pelabuhan yang dibangun kembali pada tahun 2005 ini akibat terjangan tsunami pada tahun 2004 cukup cantik dan bersih, sangat berbeda degan pelabuhan lainnya. Maklum saja karena pelabuhan ini dibangun oleh bantuan pemerintah Australia saat terjadi tsunami Desember 2004 lalu. Hal ini dapat kita lihat dari batu prasasti yg di ttd oleh Alexander Downer.

Pelabuhan yang dikelilingi taman ini juga dilengkapi dengan musholla. Karena waktu yang cukup banyak, kami sempat menikmati kopi aceh dan sebelum makan siang di kompleks pelabuhan Menu yang ditawarkan pun cukup lengkap mulai dari makanan khas aceh hingga makanan padang. Kami jatuhkan pilihan pada makanan Padang dan mengajak serta guide lokal dadakan kami. Mengapa sy katakan dadakan karena dua orang tukang becak yg gagal merayu kami menumpang becaknya terpaksa harus berubah haluan menjadi pemandu lokal kami di wilayah pelabuhan ini.

Selesai sholat Dhuhur yang jatuh pkl 13.00 kami segera menuju ferry yg sdh siap. Setiap hari ada dua ferry yang melayani rute banda aceh Ulee Lheu ke Balohan Sabang. Yang pagi jam 8 dilayani dengan ferry cepat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Sementara ferry yang sy tumpangi ini termasuk kategory lambat yang mem butuhkan waktu 2 jam. Tidak memungkinkan bagi kami untuk memesan ferry cepat ini karena masih ada kegiatan di hotel Hermes pagi tadi. Yang tak kami ketahui sebelumnya adalah bahwa pada hari ini (kamis 15 Maret) jadwal ferry berangkat pukul 2 siang sementara informasi yang kami terima adalah pemberangkatan pukul 12 siang . Maka beberapa objek wisata di Banda Aceh terpaksa kami lewatkan karena takut ketinggalan ferry.

Mobil2 telah berada di atas ferry ketika sy menjejakkan kaki sy diatas ferry. Terlihat beberapa mobil pribadi, pengangkut sayur dan ternak juga sudah berada di atas ferry. sy segera menemui kru kapal untuk mendapat kamar untuk berisitirahat. Memafaatkan waktu ngobrol di ruang kemudi bersama beberapa awak kapal. Kapten kapal David yang berasal dari Flores menjelaskan tentang kapalnya, jarak tempuh dan tempat2 yang akan kami lewati. Beberap kapal nelayan melintas di depan kami. Juru kemudi senantiasa fokus pada kemudinya. Perjalanan 2 jam ini tidak terlalu berat karena cuaca cukup mendukung.

Sy menghubungi salah seorang pemilik bungalow di Sabang, informasi bungalow ini sy lihat terpampang di loket pembelian tiket. Setelah memesan kamar yg menghadap ke laut, tiba tiba hp sy berdering rupanya dari nomor lain dari bungalow. Seseorang wanita bule yg fasih berbahasa indonesia terdengar di ujung telepon. Sy meminta ia mengirim alamat lengkap setelah ia memberi saran dan petunjuk bagaimana sampai di bungalownya.

Ferry tua yang dibuat di awal tahun tahun 90 an ini masih mantap melayari rute Ulee lheu - Balohan .Sebenarnya ferry ini merupakan ferry pengganti ferry utama yang tengah naik dok. Sebelumnya ferry ini melayari rute Sibolga dan Nias. Ada sekitar 20 awak kapal di ferry ini tutur sang kapten.

Jam di ruang kemudi menunjukkan pukul 4 sore saat juru kemudi Ernawan memutar haluan ke kiri. Nampak kawah gunung berapi di sisi kami. Kawahnya yg masih mengepulkan asap putih tertilhat jelas saat kami melintas. KMP Tanjung Berung begitulah nama ferry tua ini, " Ini nama dari salah satu daerah di wilayah Tual Ambon" jelas sang kapten. Terdengar seseorang berbicara dengan sang kapten di celulernya.yang memintanya untuk segera kembali pada malam ini juga, padahal biasanya mereka balik pada keesokan harinya. Kemungkinan jadwal dadakan ini diakibatkan oleh jadwal kampanye pemilihan gubernur yang tengah berlangsung. Dari info kawan alumni dari amerika yang kini menjadi tim sukses salah satu kandidat menginfokan bahwa ia juga berada di sabang namun tdk bermalam karena balik pada hari yg sama.

Suhu politik yang memanas di Aceh, berdampak pada peningkatan pengamanan karena beberapa kasus yang terjadi akhir akhir ini. 5 menit lewat pukul empat seorang awak kapal mengumukan ketibaan kapal dan jadwal kepulangannya malam ini.

Kami beruntung mendapat mobil sewaan dengan harga Rp. 100 ribu untuk kami bertiga. Biasanya harga yang mereka kenakan rp. 50.000 per orang. Dan akhirny Toyota kijang ini bergerak meninggalkan pelabuhan ferry dengan hanya penumpang kami bertiga. Kendaraan ini memuat 6 orang, namun setelah menunggu beberapa saat tadi ternyata hanya kami bertiga.

Kami merubah jadwal menuju titik Nol kilometer RI yang berada di pulau ini. Sebelumnya kami merencanakan untuk menuju titik ini keesokan harinya, namun memperhitungkan jarak yg cukup jauh, maka kami metuskan untuk segera ke sana sore ini. Selain pertimbangan Agus driver yang membawa kami yang menyarankan untuk melihat sunset di atas, juga waktu yang agak sempit jika melakukanya besok karena kami memutuskan untk mengambil ferry cepat yang berangkat pagi.

Beberap ekor monyet segera mendekat begitu Agus memarkirkan kendaraannya di tugu Nol kilometer ini. Pemandangan indah segera tersaji di depan kami, kawasan hutan lindung yang cukup luas di pulau ini memberikan kesejukan tersendiri. Meski tak mendapati sunset namun pemandangan Alam di sini cukup menghibur kami. Sebuah tugu berlantai tiga dengan tinggi sekitar 10 meter segera menjadi perhatian kami. Itulah tugu Nol kilometer RI. Teringat lagu dari sabang sampai marauke, disinilah titik awal negara kesatua republik Indonesia. Sebuah prasasti yang ditanda tangani BJ Habibie menuliskan letak koordinat titik ini. Dan dipuncak tugu bertengger Garuda dengan angka Nol di kakinya. Ya akhirnya sy berkesempatan menyentuh titik Nol negara sy, sambil berharap suatu hari dapat menyentuh titik ujung lainnya yang berada di kota Merauke Irian Jaya. .....Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau pulau sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia.....(Sabang 15 Maret 2012)
LikeShow more reactions
Comment

Tidak ada komentar:

Posting Komentar