Senin, 01 Agustus 2016

Suatu pagi di Banda Aceh

Azan belum berkumandang ketika melangkahkan kaki memasuki gerbang utama mesjid Baiturrahman Banda Aceh. Meski gerbang utama tertutup namun kedua pintu sampingnya terbuka, demikian juga dengan di beberapa gerbang lainnya. Ada suasana haru saat memandang mesjid dari kejauhan tadi, terkenang kembali peristiwa tsunami desember 2004 lalu. Dimana dalam tayanga tv yg diulang berkali kali memperlihatkan betapa tempat suci ini aman dalam badai tsunami. Bahkan menjadi tempat perlindungan utama masyarakat Banda Aceh .Berbagai cerita muncul di masyarakat tentang fenomena ini, Rijal supir yang memandu kami sempat bercerita bahwa seorang tionghoa melihat mesjid ini terangkat saat tsunami. Maka ia sekeluarga akhirnya memilih masuk islam.

Saya menyempatkan diri berkeliling sekitar mesjid, meskipun sholat jumat tadi beberpa ruas telah sy kunjungi. Di pojok sebelah kiri sebuah papan informasi yang memperlihatkan sejarah mesjid ini di bangun. Dan usianya sudah cukup lama karena dibangun sejak tahun 1200 an. Tahapan tahapa renovasi pun dijelaskan, juga bagaimaan mesjd ini dibakar saat pendudukan kolonial karena mesjid ini menjadi markas para pejuang Atjeh. Bahkan di mesjid ini juga diabadikan peristiwa terbunuhnya Mayjend kohler pada tahun 1873 yang memipin pasukan Belanda untuk menguasai mesjid raya banda Aceh ini.

Rakyat Atjeh memang terkenal gigih menentang setiap kekuatan kekuatan yang ingin menjajah negerinya. Hal ini terlihat dari dokumentasi foto perang yang terpampang di rumah kediaman salah seorang srikandi Atjeh. Tjut Nyak Dien yang akhirnya di buang dan wafat di Sumedang karena melanjutkan perlawnan suaminya Teuku Umar. Meskipun sepihak foto foto dari Belanda namun telah memperlihatkan kegigihan pejuang saat berhadapan dengan musuh dengan persejataan yang lebih maju saat itu.

Azan telah berkumandang saat waktu telah menunjukkan pukul 6.00, memang waktu sholat di daerah ini lebih lambat dari daerah sy (sulawesi) di mana azan dikumandangkan sekitar pukul 5 pagi. Setelah sholat shubuh, menyusuri simpang lima yang sebelumnya melintasi Kodam Iskandar Muda yang berada di depan kanal. Sudah tak tampak lagi kapal kapal nelayan yang memenuhi kanal siang tadi. Dan memang kebiasaan para nelayan Atjeh belum melaut sebelum shlota jumat. Mereka melaut hingga jauh ke tempat lain, bahkan tak jarang yang melaut hingga hitungan bulan. Saat menuju pantai Lhoknga tadi sempat memperhatikan perahu nelayan yang warna warni ini, bahkan cukup unik melihat belakang perahu yg berbentuk persegi. Sangat berbda dengan perahu di dareh kami yg umumnya lancip di kedua ujungnya.

Pasar pagi di sekitar REX sudah mulai ramai beraktifitas. Para pedagang yg sebagian besar pedagang sayur telah menggelar dagangannya. Memesan secangkir kopi ulee kareng sebelum beranjak kembali ke hotel. Selamat pagi Atjeh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar