Serasa berada di kamp kamp tawanan, ketika kami meringkuk berdesakan di ruang bawah kapal kayu berukuran 3x5 meter persegu. Kami harus berada di didalam kapal kayu, karena hujan dan ombak yang cukup besar. Hujan mulai turun sejak kapal meninggalkan dermaga, reda sejenak seakan memberi kesempatan kami naik ke keatas kapal menuju anak Krakatau.
Hujan deras mulai turun sejak semalam. Selepas kami melepas lampion di dermaga, kilat dan guntur yang sahut sahutan. Beberapa hari terakhir memang hujan telah mengguyur kami di Jakarta. Hujan beberapa hari ini sempat mengurungkan niat saya ikut trip ke Krakatau. Sebagai orang yang cukup lama tinggal di pulau, saya tau bagaimana rasanya musim penghujan di pulau. Tetapi cuaca cerah pada hari keberangkatan, dan tak ada jadwal penting membuat saya akhirnya menuju kampung Rambutan tempat peserta berkumpul.
Sekitar 7 orang rombongan yang berangkat dari kampung rambutan. Beberapa lainnya berangkat dari kebun jeruk ,juga ada satu dua peserta yang langsung menuju pelabuhan Merak. Kami terlambat berangkat karena kemacetan jakarta di akhir pekan. Jadwal uruk bertemu di pelabuhan Merak pukul 11 malam molor hingga pukul 1 dini hari. Akhirnya kami start pukul 2 dini hari menyebrangi Merak Bakahuni.
Suara mesin kapal kayu mengiringi keberangkatan kami subuh ini ke anak Krakatau. Sedari pukul 3 dini hari kami telah bangun dan berkemas, sebagian menyempatkan minum teh dan kopi di sebuah Warung yang telah buka, tak jauh dari tempat menginap kami. Ibu Warung menjelaskan mereka buka 24 jam pada hari Sabtu dan Minggu. Hanya di kedua hari Ini saja ada pengunjung ,hari hari lainnya hampir tak ada yang mengunjungi pulau ini.
Pulau Sabesi adalah salah satu tujuan wisata dari Lampung, jaraknya yang tak jauh dari anak Krakatau menjadikannya tempat yang ideal bagi pengunjung yang akan ke Krakatau. Ada beberapa cottage yang ada disabesi, nampak sebuah dermaga yang baru saja direnovasi namun belum dioperasikan saat kami tiba.kapal kami masih bersandar pada dermaga yang terbuat dari kayu. Beberapa kapal yang mengangkut Group wisatawan lainnya juga sandar di sana.
Sebuah pulau berpasir putih di depan pulau Sabesi, menjadi salah satu kunjungan kami Kemarin. Pulau bernama Umang Umang ini, tidak terlalu besar, banyak batu batu besar yang mengelilingi. Saya melihat banyak bekas karang karang besar yang sudah mati. Melihat batu batu serat sisa karang yang ada, saya yakin umang umang ini dahulunya adalah pusat terumbu karang dan diaminkan oleh guide lokal kami yg bernama Prosot. Pasir putih Umang Umang nampak jelas dari pulau sa besi. Kami hanya bermain air dan mengambil gambar di pulau ini.
Keceriaan Group kami dilengkapi dengan kehadiran kru salah satu TV swasta . Mereka ikut di perahu kami, anak Krakatau menjadi salah satu spot mereka . Kocak dan lucu gaya hostnya, mengajak pemirsa untuk berlibur. Saya baru memperhatikannya saat berada di pulau Umang Umang ini.
Sangat tepat memilih Sabesi sebagai Home base. Selain dekat ke beberapa spot, fasilitas pulau ini juga cukup baik. Mereka baru saja mendapatkan mesin untuk pembangkit listrik. Air bersih juga cukup, kami tidak kekurangan air bersih. Beberapa toilet umum dibangun untuk pengunjung. Selain wisma wisma yang ada juga menyediakan fasilitas umum ini.
Selain melakukan kunjungan wisata, teman teman pos tulang juga melakukan bakti sosial. Kawan kawan mengumpulkan buku untuk kemudian disumbang ke sekolah yang ada di pulau. Yang pertama kami kunjungi adalah ke SD negeri Tejang dan pendidikan anak usia dini. Sebuah mesjid dan Musholla juga terlihat tak jauh dari pusat pendidikan di pulau ini. Ternak ternak seperti kerbau dan Kambing hidup sehat, menandakan pulau ini cukup subur.
Beberapa vegetasi juga terlihat tubuh di pulau Sabesi. Selain kelapa , Kemuning, kayu Cina merupakan vegetasi yang umum di sebuah pulau. Terlihat juga beberapa Palm, mangga dan pohon coklat, namun kondisi pohon coklat mereka sangat memprihatinkan.
Guide lokal kami sempat menuturkan pengalamannya menanam coklat, pohon ini sangat manja ujarnya, karena harus rajin dirawat. Selain itu pohon ini rawan kena serangan hama ujarnya lagi. Ia juga menambahkan bahwa angin utara membuat rusak buah coklat mereka. Memang coklat kurang ideal tumbuh di tepi pantai.
Saya menyarankan penduduk sebaiknya menanam pohon sukun. Pohon Sukun selain sebagai sber produksi air tawar, dapat juga bernilai ekonomis. Saya melihat di Warung ibu penjual di tempat kami, banyak menjual pisang, mendoang dan tahu goreng, kebanyakan bahannya diperoleh dari luar pulau. Jika menanam pohon sukun, mereka bisa menjual sukun goreng, dan juga mengemasnya menjadi oleh oleh bagi wisatawan.
Kapal cukup oleng pagi ini, waktu saat ini pukul 04.47. Awak kapal sejak awal meminta kami berada dalam kapal. Selain cuaca yang kurang bersahabat, gelombang jua cukup besar. Bisa berbahaya bagi keselamatan kami bila berada di bagian atas. Sejak berangkat pagi kemarin, kami selalu berkumpul di bagian atas, selain dapat menikmati pemandangan Kami juga dapat mengabadikannya dengan kamera dan mendapatkan udara segar.
Udara dalam badan kapal cukup panas dan pengap, serta suara bising mesin kapal . Namun suara bising bagai nyanyian bagi sebagian kawan yang masih melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu dini hari tadi. Saya lupa menanyakan berapa lama kapal ini menuju anak Krakatau.
Anak Krakatau sejak lama telah menjadi tempat kunjungan wisata. Gunung ini pertama kali muncul pada tahun 1927. Krakatau menjadi terkenal sejak letusan ya pada tahun 1838 Letusan Gunung Krakatau sebagai letusan ketiga terbesar yang tercatat dalam sejarah dunia. Letusan Gunung Krakatau terasa hingga ke benua Eropa. Kemunculan anak Krakatau terus menjadi pantauan Pemerintah dan dunia. Namun belum ada larangan kunjungan ke Gunung muda aktif ini. Sekitar 7 meter per tahun pertbuhan anak Krakatau.
Para pengunjung disarankan ke Krakatau pada pagi hari, hindari pukul 10 ke atas karena akan sangat panas. Pengunjung pun tidak disarankan untuk berada di puncak Krakatau. Itulah yang menyebabkan kami berangkat selagi ini. Kawan satu rombongan saya Fandi pernah merasakan panasnya anak Krakatau ini. Tahun lalu ia sempat mengunjungi Gunung ini, dan kakinya terbakar karena ia tak menggunakan pelindung kaki.
Kami tiba di anak Krakatau saat matahari belum terlalu tinggi. Meski tidak mendapati sun rise yang terhalang awan , namun pemandangan alam biasan matahari terbit ini cukup indah. Menjejakkan di pantai berwarna hitam. Gunung anak Krakatau sesungguhnya berada di bawah dasar laut, sehingga kami mendarat di badan anak Krakatau.
Gunung yang berbentuk pulau ini dikelilingi oleh 3 pulau lainnya yang menjulang masing masing adalah pulau panjang dan Rakata yang merupakan Gunung Krakatau yang meletus dahulu. Berjalan sekitar 30 menit, kami telah mencapai sebuah bukit. Di depan kami tak jauh, puncak anak Krakatau. Pengunjung dilarang mendaki puncak anak Krakatau. Beberapa bongkahan baru menunjukkan Gunung ini tengah bertumbuh. Bahkan di salah satu sisinya terbentuk reklamasi alami akibat luapan tanah bongkahan anak Krakatau.
Setelah mengambil gambar dan makan pagi di anak Krakatau, kami melanjutkan perjalanan ke lagoon cabe Untuk snorkling . Ombak yang cukup besar menghalangi kami menikmati ikan ikan yang berenang di karang karang cantik di sini. Kami berkemas lalu kembali ke Sabesi untuk makan siang dan kembali ke dermaga canti.
Berawal dari penantian salah satu berkas visa saya yang belum lengkap. Saya masih diharuskan melengkapi salah satu dokumen untuk bisa schengen yang saya ajukan. Saya harus melampirkan surat undangan dari Belanda yang hingga kini belum tiba. Maka di jadwalkan untuk kembali lagi pada tanggal 25 April Minggu depan.
Untuk kembali ke Sulawesi, sayang jika hanya beberapa hari lalu kembali lagi ke Jakarta. Maka saya putuskan untuk tetap di jakarta hingga tanggal 25. Saya mengintip jadwal di salah satu Group. Ada rombongan yang akan berangkat dari tanggal 22 hingga 24 April, maka saya ikut rombongan untuk mengisi waktu luang di Jakarta.
Melihat itinarary mereka cukup menarik, beberapa spot snorkling seperti sebuku kecil dan lagoon cabe. Kebetulan saya baru membeli peralatan snorkling di arena pameran beberapa hari lalu. Kemacetan jakarta membuat jadwal kami agak molor. Ferry meninggalkan Merak sekitar pukul 2 dini hari dan kami langsung menuju Dermaga Canti setibanya di Bakahuni.
Salah satu perjalanan yang cukup berat saat berada di dalam angkot. Sekitar 12 orang kami harus berada dalam angkot kecil ini. Jika muatannya hanya orang mungkin k
ami
bisa sedikit bernafas lega meski sesak. Namun ransel ransel besar para
penumpang ikut menyesaki badan mobil. Jadilah kami tak dapat bergerak
sama sekali sepanjang perjalanan 1,5 jam Bakahuni Dermaga canti. Hujan
dan gelap menemani kami merayap di ujung provinsi Lampung ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar