Kejarlah daku kau kuangkut
Kisahnya
sudah sangat lama yakni tahun 1991, saat itu saya harus mengikuti
meeting di Jakarta. Dari Samarinda kami harus transit di Balikpapan
untuk selanjutnya menuju Jakarta. Temindung nama bandara yang berada di
tengah kota Samarinda. Bandara kecil ini hanya didarati pesawat pesawat
kecil seperti cessna, gatari dan helikopter. Umumnya airport ini
digunakan oleh peusahaan perusahaan kayu, minyak dan batu bara yang
banyak di daerah ini.
Saya tiba di Temindung saat pesawat Gatari yang akan membawa saya sudah berada di ujung landasan. Petugas agak terkejut melihat kedatangan saya yang terlambat. Ia menginstruksikan saya segera berlari ke tengah landasan untuk menghadang pesawat yang tinggal landas. Bagai di hipnotis saya mengikuti arahannya dan berlari mengejar pesawat yang akan mengudara. Akhirnya saya bisa menjangkau pesawat sebelum mengudara.
Belum habis rasa khawatir dan ngos ngosan, pemandangan berikutnya bikin bergidik. Pesawat yang hanya menampung sekitar 8 orang ini tidak memakai penutup bahagian belakangnya. Sehingga kita bisa melihat hutan belantara Kalimantan melalui belakang pesawat. Serasa berada diatas angkutan umum, laju pesawat ini berguncang guncang bak gerobak. Jarak hutan dan pesawat yang begitu dekat memaksa otak saya berspekulasi jika terjadi apa apa dengan pesawat, di pohon mana saya bisa bergelantungan. Namun kami sedikit terhibur melihat Mahakam yang meliuk bagai ular raksasa sebelum akhirnya mendarat di Sepinggan Balikpapan.
Masih di dekade 90 an , pengalaman lainnya saya alami di Bandara Kendari. Saya terpaksa masuk ke pesawat melalui jalur bagasi barang, entah apa yang terjadi ? Namun dugaan saya karena pesawat sdh boarding dan terlalu jauh untk lewat pintu utama maka mereka mengarahkan masuk lewat terowongan keluarnya barang tersebut. Masih di bandara yang sama, kami harus berhati hati karena kurangnya pesawat yang melayani rute tersebut maka kejadian penumpang diturunkan dari pesawat bisa terjadi, meski ia telah memiliki tiket dan boarding. Ono ono wae...
Saya tiba di Temindung saat pesawat Gatari yang akan membawa saya sudah berada di ujung landasan. Petugas agak terkejut melihat kedatangan saya yang terlambat. Ia menginstruksikan saya segera berlari ke tengah landasan untuk menghadang pesawat yang tinggal landas. Bagai di hipnotis saya mengikuti arahannya dan berlari mengejar pesawat yang akan mengudara. Akhirnya saya bisa menjangkau pesawat sebelum mengudara.
Belum habis rasa khawatir dan ngos ngosan, pemandangan berikutnya bikin bergidik. Pesawat yang hanya menampung sekitar 8 orang ini tidak memakai penutup bahagian belakangnya. Sehingga kita bisa melihat hutan belantara Kalimantan melalui belakang pesawat. Serasa berada diatas angkutan umum, laju pesawat ini berguncang guncang bak gerobak. Jarak hutan dan pesawat yang begitu dekat memaksa otak saya berspekulasi jika terjadi apa apa dengan pesawat, di pohon mana saya bisa bergelantungan. Namun kami sedikit terhibur melihat Mahakam yang meliuk bagai ular raksasa sebelum akhirnya mendarat di Sepinggan Balikpapan.
Masih di dekade 90 an , pengalaman lainnya saya alami di Bandara Kendari. Saya terpaksa masuk ke pesawat melalui jalur bagasi barang, entah apa yang terjadi ? Namun dugaan saya karena pesawat sdh boarding dan terlalu jauh untk lewat pintu utama maka mereka mengarahkan masuk lewat terowongan keluarnya barang tersebut. Masih di bandara yang sama, kami harus berhati hati karena kurangnya pesawat yang melayani rute tersebut maka kejadian penumpang diturunkan dari pesawat bisa terjadi, meski ia telah memiliki tiket dan boarding. Ono ono wae...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar