Minggu, 31 Juli 2016

Melali ke Ujung Bali

Sekawanan monyet bergerombol dan berteduh di bawah pohon, beberapa diantara mereka bergelayut di dahan pohon. Pemandangan ini menjadi hiburan tersendiri bagi pengandara di sepanjang Taman Nasional Bali Barat. Mereka sesekali menunggu makanan yang dibuang para penumpang angkutan yang melewati jalur Trans Bali - Jawa. Daerah yang berada di ujung Barat pulau Bali ini menjadi post terakhir sebelum menyebrang atau tiba dari pulau Jawa.

Gilimanuk yang berjarak sekitar 120 km dari arah Denpasar dipenuhi berbagai macam angkutan yang hendak menyebrang ke Ketapang Banyuwangi. Saat memasuki gerbang penyebrangan, nampak sebuah Vihara besar berada di depan gerbang. Beberapa ferry teihat tiba dan meninggalkan gilimanuk. Warung penjaja makanan dan buah berjejer rapi yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari gerbang.

Saya memasuki wilayah ini ditengah ketatnya pengamanan APEC meeting yang berlangsung di Bali. Sejak awal perjalanan dari Pekutatan terlihat polisi berjaga, hampir tiap seratus meter petugas berompi hijau muda ini terlihat. Kali ini saya agak khawatir karena SIM sudah ekspire, beberapa kali saya ditahan akibat sweeping yang saban hari dilakukan di daerah perbatasan. Jika menggunakan motor tidak terlalu rumit melewati barikade sweeping ini, tapi jika sy bermobil dengan plat polisi nomor tunggal maka akan panjang daftar pertanyaannya :).

Tapi hari ini sangat menyenangkan tak ada sweeping, meski polisi ada di sepanjang jalan. Dua hari terakhir Bali disibukkan oleh upacara keagamaan. Hampir semua penduduk ke Pura, dua minggu menjelang Galungan dan Kuningan dianggap sebagai hari baik untuk melaksanakan kegiatan keagamaan. Bukan hanya sembahyang ke Pura tapi pada pekan ini banyak dilaksankan pesta perkawinan. Disepanjang jalan terlihat kerumunan di sekitar pura dan rumah penduduk yang melaksanakan hajatan pernikahan.

Galungan dan Kuningan menjadi puncak kegiatan upacara keagamaan bagi umat Hindu Bali. Beberapa Banjar dan Desa mengadakan upacara jelang perhelatan besar ini. Di pekutatan sendiri diadakan upacara sekitar seminggu pada Pura dalam mereka, lalu kemudian upacara beberapa hari di Pura Paseh yang berada di pinggir jalan Raya. Pakaian dan ikat kepala putih mereka kenakan pada acara acara ke Pura.

Sangat mudah mengenali Desa yang tengah mengadakan upacara, dari batas desa telah mereka pasang gerbang pertanda mereka tengah melaksanakan upacara. Dari pagi hingga tengah malam pura dalam yang berada di tepi pantai Pekutatan ramai dikunjungi warga, baik yang ingin sembahyang maupun hanya berkunjung untuk berbelanja pada warung warung makan yang banyak tersebar di sekita pura.

Karena tak banyak schedule yang bisa dikerjakan hari ini, saya meluncur ke Malaya. Berjarak sekitar 50 kilometer dari Pekutatan. Sebelum tiba di Melaya melewati Negara yang merupakan Ibukota kabupaten Jembrana. Tidak sulit mencari Desa Tuwed di Melaya, saya segera menemukan alamat yang dikirim Pak Agus ke saya. Sekitar dua kilometer masuk ke utara desa Tuwed saya menemukan tanda Subak Abian Sari Bumi tempat kelompok Tani Pak Agus.

Tanaman tanaman kakao yang tengah berbuah lebat berada di sekitar rumah pak Agus. Demplot sekitar 1,5 Ha ini cukup terawat bagus, meski musim panen telah lewat tapi kakao kakao pak Agus masih terus mengeluarkan buah. Tanda tana klon masih terpasang baik di dahan dahan kakao. Saya mengambil beberapa buah kakao mulai dari tunas hingga buah yang siap di panen, saya memilih klon sulawesi 2 yang berada tak jauh dari bengong pak Agus.

Tidak terasa waktu sudah pukul 12 siang ketika harus pamit dengan pak Agus, perbincangan tentang kakao membuat kami lupa waktu. Dalam perjalanan menuju gilimanuk sy mampir juga di Taman Jambe tempat pak Tawo berada, Ia juga seorang petani teladan di daerah ini. Memasuki kawasan kebunnya, nampak sebuah penginapan asri berada di depan. Sekitar 5 kamar dengan harga terjangkau hanya rp. 50.000 semalam kita bisa menikmati bermalam di kebun pak Tawo. Menuju rumah pak Tawo yang berada di tengah kebun kakao, saya melewati selasar yang dipenuhi tanaman kakao dikiri kanan jalan. Sebuah rumah asri tampak dari kejahauhan, dari anaknya sy tahu pak Tawo tak berada di rumah saat itu.

Berdiri sejenak di ujung pulau, menatap debur ombak pantai Barat. Dalam keremangan senja kembali menuju Pekutatan.

Gilimanuk, 9 Oktober 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar